Senin, 26 September 2016

ENTAHLAH


Sesuai judulnya, ya entahlah…
Saat ini, saya merasa dalam tahap dimana saya ingin belajar lebih objektif. Saya ingin melihat dari berbagai sudut pandang.

Ada kekecewaan dimana saat saya melakukan aktifitas mengajar dalam sebuah perkuliahan. Ini adalah pengalaman ke sekian kalinya dengan fenomena yang mirip. Jika dahulu saya menurunkan level saya sebagai tenaga pendidik sebagai teman belajar, saya selalu menjadi bulan-bulanan. Saya bermaksud untuk meminimkan gap supaya saya bisa transfer ilmu di luar kelas. Namun, yang terjadi adalah banyak yang menganggap untuk menghilangkan batasan (bahwa saya mendekat untuk memberikan ilmu bukan untuk diperalat, digampangin dsbnya) itu.

Akhirnya saya mulai untuk melepas hal di atas. Mencoba kembali percaya pada sebutan ‘mahasiswa’ adalah siswa yang punya status intelek di level maha.
Saya melepas sedikit banyak kedekatan untuk melihat kembali semua yang saya alami, dan akan alami.
Saya sudah beberapa kali meminta sebuah kelompok presentasi untuk berdiskusi (hal yang saya tidak temukan sebagai tenaga pendidik di tempat saya dahulu mengenyam pendidikan). NIAT BAIK, agar  mahasiswa tidak kaku, dapat menguasai bahan. Namun apa daya, untuk mengetahui Kontrak yang disepakati pun cenderung mayoritas banyak tidak mengetahui.
Perspektif saya, melihat kontrak adalah untuk mengatur segala persiapan, mengetahui hak dan kewajiban. Mahasiswa belajar untuk bernegosiasi untuk dirinya sendiri kelak.
Perspektif saya melihat realita, Belum ada yang memperhatikan dengan jelas apa yang ada di kontrak.
Saya heran dengan mudahnya jawaban ‘diam’, mudahnya jawaban ‘tidak tahu’, dan penampilan perilaku ‘acuh tak acuh’.  Padahal saya bahkan sudah mengikuti zaman yang super teknologi saat ini (bila dibandingkan dengan saat saya kuliah dahulu). Kontrak di kirim ke email. Saya terkejut saja.
Apakah teknologi yang katanya bisa membantu manusia malah menguasai pikiran manusia ?
Kembali,
Saya terkejut dengan celotehan “akh bahasa inggris”
Saya akan tetap melakukan perbandingan dengan situasi saat saya kuliah. Situasi dimana bahan materi perkuliahan 80% adalah text book.
Perspektif saya, saya menerapkan kembali agar yang saya didik tahu sebenarnya awal ilmu yang dipelajari adalah ilmu dari luar Negara yang mereka diami.

Perspektif saya melihat realita. SAAT INI, BAHKAN UNTUK MEMILIKI BUKU BAHASA INDONESIA, ATAU MELAKUKAN FOTOCOPI BAHAN TERTENTU PUN SULIT.

Saya terkejut dengan heningnya kelas saat saya memberikan kesempatan untuk bertanya. Hal yang mungkin saya pribadi alami berbeda. Perbandingan dengan saya dahulu adalah,tidak semua dari kami memiliki kesempatan dikarenakan banyaknya jumlah anggota kelas, yaitu sebesar 125 orang dan tidak menutup kemungkinan pertanyaan yang akan di respon adalah pertanyaan orang tertentu. Namun apakah banyak surut untuk bertanya. Jawabannya adalah TIDAK.

Perspektif saya, memberi kesempatan bertanya adalah member HAK pada mahasiswa untuk mengetahui apa yang sedang ia gundah gulana-kan. Memberi penjelasan bahwa perilaku bertanya tidak akan memakan nyawa seseorang, bertanya di kelas tidak akan mengancam status sosial, bertanya di kelas tidak akan mendapatkan predikat bodoh, bertanya di kelas adalah kewajaran.

Perspekti saya melihat realita. Sedih ketika mereka pun bingung dimana mereka bingung sehingga tidak bertanya.

Yang paling aneh menurut saya adalah JIKA MATERI DIBUAT LUCU TANPA TAHU ESSENSI, adalah sesuatu yang menarik minat banyak mahasiswa yang saya ajari saat ini. Bahkan yang saya temukan adalah materi KEKINIAN menjadi bagian penjelasan yang terkesan dipaksakan pada sebuah materi, MENJADI MENARIK bagi mahasiswa yang saya lihat.
Jadi
ENTAHLAH…
TEKNOLOGI DIMANFAATKAN, KETERBUKAAN DIBERIKAN, KESEMPATAN BERTANYA ADA.

TAPI, ENTAHLAH
Lebih menarik update status, sebar story instagram, game online, social chat, dan download film untuk PEMANFAATAN TEKNOLOGI.
Lebih mengagungkan bahasa alay, bahasa tidak standar, dengan rasionaliasi Nasionalis, UNTUK MENGANULIR SEMUA alasan keterbukaan pada bahasa inggris.

Lebih baik mengelak, lebih dianggap punya hak pribadi yang bebas kapanpun tuk bertanya, demi Membuat Hening ruangan tanpa sebuah pertanyaan.

ENTAHLAH
Lagi lagi entahlah.

Sabtu, 03 September 2016

Ini Pesparawi 2016 yang saya tahu



Saat mendengar semua nyanyian
Semua pujian
Semua keindahan
Ini hidup

Ini pesta pujian
Tidak untuk kompetisi
Tidak untuk kesenangan semata
Tidak untuk  keegoisan


Terimakasih untuk pengalaman ini
Best regard
Pasca

Tribute to pesparawi

Kamis, 01 September 2016

Teori, kesendirian, dan saya Psikolog

Usia saya akan mencapai 30.
Selayaknya menurut teori dari ilmu yang saya pelajari di perkuliahan, saya sudah mulai aktualisasi dengan pekerjaan dan mencapai hubungan lebih serius dengan calon pasangan hidup.

Kalau diperhatikan, memang benar banyak pengalaman saya yang mengharuskan saya membutuhkan orang lain.
Namun saya tidak bukan manusia yang ingin menerima mentah mentah teori.
Belum lagi, saya belum mau menerima semua "celotehan married" yang diutarakan oleh rekan kerja, teman sebaya saya, dan bahkan mahasiswa yang saya didik.
Ataupun "saran religi menikah" yang selalu diperdebatkan dengan tidak objektif menurut saya.

Here's the thing

Teori adalah sesuatu yang berlaku umum, kita lupa kalau ada kasus tidak umum
Namun apakah apabila saya dalam kasus tidak umum, jadi memaksakan pandangan saya juga?

Anggap saja ini rasionalisasi (bentuk mekanisme pertahanan diri menurut Signmund freud) , UNTUK DIRI SAYA SENDIRI.

Saya tidak menerima alasan, bahwa memiliki pasangan adalah kebutuhan saat kita sakit, butuh pertolongan saja. (menurut saya ini egois)

Saya belum bisa memberi hidup saya untuk satu orang, saya lebih baik berbuat pada banyak orang. (Meski ini terkesan idealis)

Saya tidak menerima SIKLUS UMUM MANUSIA (lahir, tumbuh belajar, bekerja, menikah, punya anak, membesarkan anak, menikahkan anak, lalu melihat cucu, kemudian menunggu ajal,  dan meninggal)

ini adalah pandangan untuk diri saya sendiri. Bagi pembaca, anda sangat bebas untuk tidak mengikuti pandangan saya.


Minggu, 14 Agustus 2016

Kejahatan Terbesar

Sebelum saya beritahu, saya orangnya itu:

Jika sekitar saya mengkritik saya, saya menyukainya karena hal ini perlu perbaikan dari diri saya sendiri. Saya malah lebih baik dikritik dengan tepat daripada pujian, pujian membuat saya terlena.

Sebaliknya jika saya mengkritik dengan tepat sekitar saya, maka saya masih peduli.

SO Here is the best part.

Malam ini menulis kejahatan terbesar saya


Jika kamu mengalami kebaikan dari saya yang sangat amat sempurna, tanyakanlah dengan serius.

Mungkin saja saya tidak perduli dengan sifat baik anda. Saya justru lebih peduli pada sifat buruk anda.

Saya mungkin memelihara sifat buruk anda.

Kejahatan terbesar saya bukan hanya membiarkan anda di keburukan anda, namun memelihara keburukan anda.

Tapi lagi lagi saya yang kalah
sudahpun dibiarkan, tetap saja ga tega lihat orang hancur.
Sayanya yang hancur terlalu capek untuk orang lain. Saya jadinya istirahat saja dulu menemukan momen yang tepat.

BUKAN PENYESALAN



DAlam dunia pendidikan dimana saya memiliki profesi sebagai tenaga pendidik, saya selalu menerapkan sesuatu yang berbeda dari rekan saya lakukan. Hal yang paling ingin saya ubah adalah persepsi bahwa yang dididik menjadi sosok yang tidak tahu apa apa, sangat polos dan sangat mungkin bisa dikecoh, (meskipun ada aja yang memilih untuk lanjut studi tanpa tahu apa yang akan dicapainya )saya tidak ingin menempatkan mereka seperti itu
Saya ingin menempatkan mereka menjadi lebih dari situ, mungkin lebih menjadi partner atau rekan, bahkan saya mengatakan saya menjadi “teman belajar” buat mereka, supaya jangan sungkan bertanya. Saya juga mendekati anak didik dengan jalan mencoba memahami perilaku mereka di kantin, mengikuti mereka, dan berusaha berdiskusi, serta memotivasi mereka di sela sela makan siang, duduk bareng. Saya berusaha untuk memahami bagaimana saya sebaiknya memberikan materi, dan saya juga berusaha memberikan beberapa kepercayaan seperti motor, laptop, kamera, dan kegiatan –kegiiatan akademis dan non akademis bahkan uang. Dengan catatan saya ingin mereka juga belajar bertanggungjawab.
Sebagaimana semua hal memiliki dua sisi, pendekatan dan keinginan saya untuk mempercayai kualitas, serta tanggungjawabpun punya dampak dua sisi. Satu sisi secara sosial banyak yang sudah mulai tidak segan bertanya di luar kelas untuk banyak hal dari hal akademis maupun membicarakan hal tabu dari perspektif keilmuan, atau hal hal bersifat isu sosial.
Namun satu sisi yang lain, ada saja yang menganggap kedekatan ini sebagai pemanfaatan situasi, dengan berdalih “bapak itu baik, bapak itu mau kok” dan sebagainya ada saja yang berusaha melampaui batas dari sewajarnya, atau bahkan melupakan tanggungjawab yang telah diberikan kepadanya, DAN YANG PALING MEMBUAT SAYA KECEWA, adalah ada Tanggungjawab yang diinisiatifkan oleh anak didik, bukan diberikan, tapi meminta tanggungjawab dengan sukarela, NAMUN sama sekali tidak menjalankan tanggungjawab tersebut.Belum lagi dalam sisi ini, sayapun menjadi seakan bulan-bulanan, mendapat julukan lelucon seperti “ratusan”, “pelit”, “ga jelas” serta paling parah memanggil “nama” dan sebutan “f*ck”. Seingat saya, saya tidak pernah memberikan leabel macem macem saat memanggil, Saya mencoba beri contoh. Alangkah lebih baik saling menghormati. BUKAN GILA HORMAT, TAPI SALING MENGHORMATI. Karena itu adalah yang seharusnya dalam normative sosial bersmasyarakat di Indonesia.
Saya akhirnya mulai kembali berpikir, apakah saya selama ini salah? Mengapa saat saya beri contoh yang baik dengan memberikan sapaan, senyuman dan lainnya direspon dengan keanehan, keburukan dan cemooh?? Apakah hal yang bagus secara normative menjadi sudah tidak pantas lagi saat ini?. Apakah memberikan kepercayaan dari saya menjadi tidak pantas lagi pada masa sekarang ini?.
Saya tidak pernah menyesal untuk mendekati anak didik saya, namun saya bisa kecewa dengan komitmen yang mereka ambil sendiri secara inisiatif. Saya hanya bisa berharap mereka belajar dari yang mungkin saya bisa contohkan baik. Meski tidak menutup kemungkinan lebih banyak contoh berbeda dari orang lain yang membuat akhirnya saya kalah dan berjuang sendiri hanya untuk membuat mereka bisa menerima diri bahwa mereka punya potensi besar untuk sesuatu tujuan besar pula.
Saya kecewa jika kedekatan dianggap memudahkan, dan semakin kecewa jika saya tampilkan profesionalitas diatas kedekatan menjadi isu yang semakin cantik, bahwasanya saya memiliki dua wajah. (hello saya nguji, nguji, menilai ya menilai, ga peduli kedekatan, peduli isi kertas laporan kali).
Saya kecewa jika ada yang akan berargumen dan berpikiir dengan kreatifnya saya di ini itu inikan oleh yang dididik. Bahkan saya pernah mengalami guyonan yang tidak sepantasnya diucapkan saat saya mengundang dengan member kartu undangan pernikahan abang saya.
Saya kecewa saat saya memaafkan kesalahan yang sama berulang-ulang terjadi.
Saya kecewa saat saya menagih janji dan tanggungjawab yang diinisiatifkan (bukan dipaksakan) tidak terealisasi, (mungkin gampanglah bapak itu doank kok).
Diatas segalanya Saya kecewa jika kepercayaan saya dimanfaatkan.  Terutama saat saya merasa kebaikan saya untuk kelanjutan salah satu anak didik terkesan dididik. Saya bukan menyesal. Saya kecewa. Mungkin saya perlu belajar kembali untuk percaya.

Selasa, 17 Mei 2016

KULIAH UNTUK APA? (sebaiknya atau seharusnya)



Tulisan in hanyalah sebuah review melihat semua dinamika bagaimana seorang mahasiswa sebaiknya atau seharusnya. (terserah bagi anda pembaca)
Dikatakan Mahasiswa maka dia akan memiliki privilege (hak istimewa) untuk menjadi kaum cendikiawan nantinya. Dikatakan cendikiawan artinya , mengkhususkan dirinya dengan perkembangan intelektual untuk memahami, menganalisis, dan membuat solusi dari sebuah masalah. Tidak hanya current issue (masalah yang sedang terjadi) bahkan future issue ( isu /masalah yang akan datang). Mahasiswa adalah sosok yang sudah sering kita bosan dengar sebagai “Generasi penerus”.
Menurut saya ada 2 tujuan kuliah
1.   A    Untuk bekerja
2.   B.    Untuk menciptakan pekerjaan

 Mari saya bahas satu demi satu.
A. TUJUAN KULIAH UNTUK BEKERJA.
Hal ini sangat lumrah mengingat motif (niat, alasan) umum seseorang mengambil keputusan untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi, adalah sebagai syarat untuk melamar pekerjaan. Yah sebagai syarat mengambil pekerjaan baik yang diminati maupun dituntut (oleh orangtua ataupun lingkungan sekitarnya – coba ingat kamu diminta untuk jadi dokter, tentara dsbnya).. Jadi kalau untuk bekerja bagaimana rupanya?
Biar saya kasitahu, tempat yang anda tuju nantinya untuk bekerja,  TIDAK INGIN LULUSAN MENTAH. Mentah memiliki banyak defenisi. Namun bila anda tahu, semua tempat pekerjaan memberi persyaratan pertama dengan catatan IPK (indeks penilaian kumulatif). Yah IPK memang tidak penentu segalanya NAMUN IPK lah yang menjadi persyaratan pertama lulusan dalam seleksi berkas sebelum masuk ke tahapan berikutnya.
Mengapa IPK? KARENA PERUSAHAAN MANAPUN MEMPERCAYAKAN INSTITUSI MENGUKUR KEMAMPUAN KULIAH MAHASISWANYA DARI IPK. Ingat!, bagi anda calon fresh graduate, tidak ada alasan bagi anda tidak menghiraukan IPK. SO, bila anda kuliah, jangan buat standar IPK anda hanya 3.0 saja. Terutama bagi anda yang menjadi lulusan perguruan tinggi swasta. Pernahkah berpikir mengapa lulusan swasta sampai saat ini masih dikhususkan memiliki persyaratan  IPK lebih tinggi dari negeri? .
Jadi, Jika sampai saat ini (sampai tulisan ini di posting) syarat IPK bagi lulusan perguruan tinggi negeri adalah minimal 3.0, maka akan  ada kemungkinan  ratusan ataupun ribuan calon pelamar yang memiliki IPK minimal 3.0 dari jurusan yang sama untuk melamar posisi yang sama. PADA UMUMNYA, perusahaan akan melakukan perangkingan untuk menentukan siapa yang akan lanjut di tahapan berikutnya.
Contohnya, jika anda memiliki IPK 3.01, dan kemudian anda melamar dimana ada ratusan orang lain, yang memiliki IPK diatas 3.2, maka perusahaan biasanya memiliki kebijakan melakukan perangkingan, sehingga terpilih best of the best dalam seleksi berkas. DAN ANDA berada dalam urutan terakhir.
Belum lagi di beberapa perusahaan ternama, memberikan persyaratan lebih tinggi, terkadang Syarat IPK minimal 3.25 sampai 3.5 dan tetap melakukan perangkingan seperti yang sebelumnya saya jelaskan.
MAKSUD SAYA, JIKA ANDA KULIAH UNTUK BEKERJA, JANGAN PERNAH MENYEPELEKAN IPK.
SO?!! Haruskah pintar untuk dapat IPK? Haruskah ngopek? Haruskah menjilat dosen? Haruskah mencontek teman? Haruskah melakukan tindakan tidak terpuji lainnya??
Ayolah… anda lebih tahu gaya belajar anda saat kuliah.
Kalau kita menyadari kita kurang, maka kitalah seharusnya lebih berusaha, bukan menyalahkan teman yang tidak beri catatan, bukan menyalahkan orang lain tidak beri contekan, bukan menyalahkan dosen yang dibilang killer, atau bahkan dibenci secara turun temurun (ataupun uda benci sama dosennya karena kebencian diturunkan individu yang merasa dirinya sebagai kakak abang senior).
Pengalaman beberapa alumni yang telah mencoba salah satu  BUMN, yaitu PTPN IV (perusahaan perkebunan ), juga mengaku merasakan kesia siaan karena selama kuliah mengandalkan “yang penting lulus”. Ternyata ada Tahapan tes yang menguji keilmuan yang dimiliki oleh alumni. TIDAK SAMPAI DI PEMBUKTIAN IPK, TERNYATA DI TES ILMUNYA JUGA YAAAH
Pengalaman Teman saya sebagai seorang recruiter di SAS GROUP, juga menemukan hal yang sama. Ia menemukan beberapa lulusan kuliah yang memiliki IPK diatas 3.5 saat diuji keilmuannya pun dalam wawancara ternyata memiliki hasil yang kosong, padahal lulusan baru saja wisuda.

KEMUDIAN!!
Lalu ada persyaratan lain jika kuliah untuk bekerja? Ada begitu banyak, namun sesemua persyaratan ini diwakili dengan 2 kata (kemampuan dan karakter). Kemampuan terlihat dari akademisi (IPK) dan penyelesaian masalah lainnya (sehingga ada tahapan seleksi dengan ujian kemampuan- CPNS juga menerapkan hal ini)
SO JIKA ANDA KULIAH UNTUK BEKERJA, JANGAN PERNAH MENYEPELEKAN KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH APAPUN SELAMA ANDA KULIAH
Lalu ada kata KARAKTER, So jika anda pintar, anda hebat dalam menyelesaikan masalah, apakah perusahaan ingin dikuasai oleh orang egois?, orang yang suka adu domba lainnya? Orang yang hanya maksimal bekerja selalu sendiri ?, Orang yang tidak tahu berkomunikasi?, Orang yang tidak tahu menempatkan ucapan formal dalam forum atau sosial?, orang yang tidak cepat tanggap (inisiatif)? Orang dengan ketidak stabilan emosi? Atau lainnya
Semua yang saya sebutkan sebelumnya adalah ciri-ciri /sifat / karakter.
Pada saat Anda memutuskan untuk memasuki perkuliahan, ingatlah usia anda berada pada usia yang seharusnya mencari jati diri (menurut ilmu yang saya pelajari), yaitu usia minimal 17 atau 18 Tahun. Artinya, ada 17 Tahun waktu yang telah anda lewati untuk menjadi saat seperti ini.
 Dan karena anda memutuskan kuliah untuk bekerja, maka seharusnya anda berpikir ulang untuk segala karakter yang anda miliki. Apakah anda memang sudah memiliki karakter yang diinginkan oleh tempat yang anda tuju untuk bekerja? INGAT, MEREKA TIDAK INGIN LULUSAN MENTAH KARAKTER PULA.
Mari saya ajak berlogika, Setiap pemilik tempat bekerja sangat menginginkan keuntungan layaknya pebisnis dengan hitungan untung rugi.
Tidak ada tempat yang ingin menerima calon lulusan yang tidak siap untuk bekerja, tempat mana yang ingin menghabiskan dana untuk melatih inisiatif anda, untuk mengajarkan anda memiliki emosi yang stabil, mengajarkan anda untuk bertata sopan secara forum tim, mengajarkan anda untuk berkomunikasi??
Hitungan bisnisnya adalah jika saya bisa mendapatkan satu barang yang berharga 5 rupiah yang dapat menghasilkan 20 rupiah, mengapa saya harus mengambil barang yang berharga 1 rupiah yang hanya menguntungkan 2 rupiah?.
Calon pekerja merupakan asset bagi tempat penyedia pekerjaan. Jadi bagaimana anda memiliki harga 1 rupiah yang nyatanya bisa memiliki harga 5 rupiah dan berpotensi menghasilkan 20 rupiah? Semua ada di karakter.
ANDA perlu belajar dalam sebuah kelompok, Kelompok adalah representasi tim kerja saat anda akan bekerja di sebuah perusahaan, sekolah, rumah sakit dan bahkan praktisi dokter yang buka praktik sendiri pun perlu bergabung dalam sebuah kelompok untuk mengetahui perkembangan imu kedokterannya seperti kelompok IDI (ikatan dokter Indonesia).
sehingga jika anda kuliah untuk bekerja jangan menyepelekan Tugas kelompok. Selain anda belajar untuk memecahkan sebuah masalah keilmuan dari jurusan yang anda pilih, Anda sedang belajar untuk berkontribusi, anda sebenarnya juga belajar berkomunikasi dengan orang lain, belajar mengungkapkan kesalahan orang lain dalam satu tim dengan bahasa yang bisa diterima, belajar untuk menahan emosi, belajar untuk mengetahui dan bertanggungjawab porsi tugas masing masing, dan belajar pergesekan karakter anda dengan karakter orang lain dalam sebuah tim. 
INGAT, Tidak hanya anda yang berusaha untuk menempah dirinya lebih baik dalam bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang diimpikan.
Mungkin ada puluhan atau ratusan calon lulusan yang sangat serius dengan perkuliahannya. LAGI LAGI TEmpat yang anda tuju untuk bekerja, Tidak mungkin menerima semua orang tersebut, dan kembali lagi, anda pun akan di rangking berdasarkan hitungan untung rugi, untuk diterma bekerja.SO Bagaimana anda memiliki karakter yang tepat, jika anda sendiri belum mau untuk berkelompok baik untuk tujuan sebuah kelompok. KARENA PERUSAHAAN< RUMAH SAKIT, SEKOLAH, KOMUNITAS APAPUN NAMA TEMPAT KERJANYA ADLAH BENTUK DARI KELOMPOK ATAU BAHASA KERENNYA ORGANISASI.
Lakukan tiga hal yang telah saya jelaskan bagi anda yang memiliki tujuan kuliah untuk bekerja

B. LALU BAGAIMANA BILA TUJUAN KULIAHNYA ADALAH MENCIPTAKAN LAPANGAN PEKERJAAN?
Stop!! Jangan bohongi diri sendiri, persentasi mahasiswa untuk memilih tujuan ini bisa dikatakan kurang dari 1 persen (melihat pengalaman saya sendiri pernah jadi mahasiswa, melihat pengalaman mahasiswa yang selama ini saya interaksi).
Ayo jujur. Apakah anda sampai saat ini punya tujuan ini??
Biar saya beri tahu dulu pengalaman saya dengan salah satu teman saat saya menjadi mahasiswa S2 jogja, saya bertemu dengan johan hag salah satu pertukaran pelajar dari swedia. Dia mengaku keanehan mengapa banyak yang ia temui banyak sekali tidak memikirkan masa depan selain bekerja di tempat hebat, yaitu menciptakan pekerjaan yang hebat dan yang disukai.

Pada pertemuan workshop dengan narasumber dari kementrian hak kekayaan intelektual, mengatakan Di Negara CIna yang sangat berkembang saat ini, ketika mahasiswa banyak berkumpul, itu cenderung membicarakan bisnis apa yang akan mereka buat, BANDINGKAN dengan mahasiswa di INDONESIA yang kalau berkumpul cenderung bicarain orang lain, bicarain atau bahkan jelek jelekin dosen, tidak ada yang produktif dari itu.

Melihat dua pengalaman ini saya menyadari boro boro menciptakan pekerjaan, mempersiapkan diri untuk mengusahakan pada diri sendiri saja mungkin sulit.

Namun saya akan beritahu dengan memberikan pengalaman dari beberapa orang yang saya kenal selama kuliah pula. Ada saja individu yang memiliki tujuan pilihan kedua ini.
Jika memang anda memilih kuliah untuk menciptakan pekerjaan (bahkan yang anda suka),
Banyaklah bergaul, banyaklah membangun hubungan pertemanan (tidak hanya senior yang berkualitas, namun juga bisa berpartner dengan dosen) terutama yang lebih menyibukkan diri dengan komunitas yang memiliki minat yang sama (mungkin hobby bersepeda, cobalah komunitas itu). Hal ini dilakukan oleh dua teman saya, dan saya pernah mengikutinya.
Teman saya johan Chandra, tidaklah dari keluarga yang sangat wah.. namun saya sering menemukan dia sangat bisa menjalin hubungan dengan banyak orang lain, sampai saya melihat sendiri, dia selalu voluntir untuk melakukan copy buku dosen2 yang dipakai mahasiswa, selama beberapa semester. TERNYATA dia sendiri telah mendapatkan keuntungan dan menurut saya membuat pekerjaan yang menghasilkan bagi dia, Dia melakukan fotocopy untuk 100 orang dengan margin yang ia mungkin dapatkan, dia bahkan mendapatkan buku gratis untuk setiap buku mata kuliah yang telah ia copy. Ia menghasilkan pendapatan sendiri dengan membentuk pekerjaan kecil selama kuliah.
Teman saya yudha, lebih hebat lagi, dia punya cara pandang yang jauh. Dia juga bahkan tidak dari keluarga serbah wah. Ia beberapa kali memenangkan lomba menulis, dan selama kuliah ia sendiri sudah membuka tempat fotocopi sederhana, yang dimana pada tahun ketiga sudah punya tempat percetakan. Ia punya jaringan luas untuk customernya, dikarenaka ia banyak berkenalan, sikap yang legowo juga ia miliki, Ia menciptakan pekerjaan dari kumpulan hasil lomba yang pernah ia juarai, bahkan memperkerjakan orang lain. Ia juga mengaku kalau ilmu psikologi dijalaninya karena manusia yang ia hadapi adalah pasar dimana semua usaha bisa terlaksana, dan selama mengambil jurusan psikologi, ia juga mengambil jurusan ekonomi, dengan alasan bahwa kalau membuat sesuatu usaha perlu ilmu ekonomi. Sampai pada tahun ke empat dengan bekal ilmu ekomoni, dia bahkan telah membeli tanah di daerah menuju bandara internasional medan, dengan tujuan prospek bisnis bisa bangun rumah usaha ataupun jual kembali tanah dengan harga yang lebih tinggi.
Jika anda mengatakan kuliah untuk menciptakan pekerjaan. MAKA saya sarankan ambil esensi dari jurusan yang anda tempuh saat ini. Anda tidak perlu hafal mati semua istilah, NAMUN saya mengatakan ini tidak untuk menyepelekan akademis pula, karena yaaaah namanya juga mengambil esensi, pastinya berhubungan erat dengan kelimuan anda. Jika anda Teknik informatika, maka jangan lupa esensi pelajaran bahasa pemrograman, karena bisa jadi anda membuat sebuah program yang bisa menghubungkan segala sesuatu dan anda membangun perusahaan yang membuat program tsb, (lihat saja google, pendirinya sangat mengetahui apa yang ia geluti di ilmunya).
Jika anda mengatkan kuliah untuk menciptakan pekerjaan, MAKA seringlah bertukar pikiran dalam banyak variasi kelompok, tidak terpaku dengan satu kelompok karena anda perlu multiperspektif untuk membangun lingkungan/jaringan anda dalam menciptakan pekerjaan dengan pangsa pasar lebih besar pula. DAN jika selama kuliah anda sama seperti pilihan pertama, saya sarankan untuk melatih KARAKTER anda. Karena Untuk membuat sebuah pekerjaan, anda juga perlu karakter yang bisa survive (bertahan), selalu bisa terbuka (open mind) dan selalu menantang diri anda untuk sesuatu yang lebih besar lagi. Karena pekerjaan yang akan anda buat SANGAT DIPASTIKAN kan mengalami perubahan sesuai keinginan pasar pekerjaan anda.

TAMPAKNYA PENJELASAN KEDUA PILIHAN ALASAN KULIAH Terdengar klise.
NAMUN ANDA YAKIN BISA MENJALANI SALAH SATU PILIHAN DIATAS TANPA SARAN YANG TELAH SAYA SEBUTKAN? Jika anda semester baru menemukan catatan blog ini coba saja lakukan dan lihat perbedaannya, Jika anda semester akhir, apakah anda pernah melakukan hal diatas dengan kelimuan anda? Atau anda hanya menikmati kuliah sebagai masa apa?
Saya rasa, sudah saatnya anda bepikir ulang, anda kuliah untuk apa.

Senin, 09 Mei 2016

Liburan 5-6 Mei 2016 (pengalaman berharga lainnya)




Sebagaimana dilakukan oleh banyak pekerja lainnya, saya juga memanfaatkan liburan pada tanggal 5-6 mei. TO be honest, liburan ini sebenarnya bukanlah liburan yang dinikmati orang pada umumnya, namun sebenarnya defenisi liburan disini bagi saya pribadi adalah pergi ke rumah salah satu warga dibelahan desa atau kampung mana, lalu menginap dan menikmati lingkungan mereka untuk satu atau dua hari kemudian. Sedikit ala backpack tapi bukan liburan ngemat.
Liburan ini pernah saya lakukan di jogja, semarang dan salatiga. Well semuanya saat saya studi lanjut s2 di ugm Jogjakarta.
Liburan ini sebenarnya lebih dikarenakan sebagai bentuk pelarian dari aktifitas yang sangat membuat mumet. Hahahaha (dalam 3 tahun terakhir akhirnya bisa juga buat mumet kerjaan sekarang -  but still keep fighting).
Saya tinggal di salah satu rumah mahasiswa. Dengan dinamika saya dikira mengajak untuk kegiatan prmosi dan adanya persepsi buruk terhadap saya oleh beberapa mahasiswa yang mengganggap saya ini itu, dan lalu dikira mengutamakan kerjaan promosi daripada bakti sosial. (WHAT THE PERCEPTION… MUNGKIN PERLU MIKIR ULANG MENURUT SAYA)… Saya JADINYA 100 persen LIBURAN versi saya.
Saya menikmati kota yang selalu saya lewati sesaat saya akan berangkat dari siantar tempat kelahiran saya ke medan. DImanakah itu?? Ya kawasan Lubuk Pakam.  Dengan menggunakan kendaraan motor, saya pergi bersama mahasiswa tersebut, menikmati malam dengan macet2nya (dalam hati ini toh perasaan orang yang dilalui kalau bepergian dan macet malam sebelum liburan, SAYANG SEKALI saat itu yang kurang adalah MUSIK karena earphone ketinggalan).
Berbekal baju seadanya yang dibawa, memakai handuk, menikmati malem dan akhirnya sampai dari perjalanan yang seharusnya ditempuh 30 menit normal menjadi 1 jam 50 menit… hahaha (beginners bagi saya).
Pada Pukul 10 malam sampai, dan siap siap langsung capcus makan. Ya untuk pertama kalinya saya menikmati tempat makan dengan pemandangan kereta api langsung berjalan depan saya, hahahaha.. Ternyata ini toh kehidupan lain dari masyarakat disini. Setelah makan minum dan sedikit ngalor ngidul sampai jam 1 pagi, saya dan 2 mahasiswa akhirnya pulang, berberes dan tidur. Mungkin bagi yang segenan sama saya (termasuk mahasiswa yang empunya rumah), belum tahu, kalau saya bisa tidur dimana saja. Saya bersama satu mahasiswa (saya sering panggil anggia di chat),  tidur di lantai dengan alas tikar, dan saya lebih menikmati kesederhanaan tersebut.
Pagi hari jam 6 lewat kita terbangun (sebenarnya jadwal bangun saya juga), melihat sekeliling, berlagak rumah sendiri (karena penyambutan mahasiswa di rumah yang ramah), membangunkan mahasiswa tsb belagak membangunkan adek sendiri untuk membeli makanan. Namun yang saya temui adalah, si mahasiswa yang cukup sering manggil saya among di chat ini, dia malah menampilkan diri sebagai sosok anak yang taat pada orangtuanya (IBU), mengantar orangtuanya untuk ke sawah.
Setelah ia mengantarkan orangtuanya, ia kembali ke kita untuk mengajak makan pagi, saya tertarik cukup girang untuk makan pagi dan sedikit melihat kota ini. Kita makan di sebuah pusat pasar dimana menyatu dengan pusat perbelanjaan. Bayangin aja kita ke pasar semaca pasar tradisional namun tiang parkirnya seperti yang kita temukan di pusat perbelanjaan. Sesuatu ya (pengalaman baru aja menurut saya).
Kita makan lalu saya inisiatif untuk masak sebagai bentuk apresiasi telah memberikan  kesempatan untuk tinggal di rumah. Saya belanja di pasar tersebut, beli tempe, tepung, dan sayuran mix ala chapcai sederhana hahaha.
Setelah selesai berbelanja, kita langsung ke rumah, seperti menganggap ruah sendiri saya masukin semua bahan belanjaan pada kulkas. Hihihhi.. so homi saj amenurut saya. Setelah itupun kita siap siap untuk gereja. (libur hari merah hari kenaikan isa almasih). Pengalaman lain yangs saya temukan di gereja adalah saya berada di gereja yang selalu saya lihat selama perjalanan ke medan, ya gereja itu dekat sekali dengan RUmah sakit medistra. 

Waaah bagi saya ini pengalaman agak unik, mengingat dulu pernah berpikiran pengen berkunjung, eh tak taunya malah beneran gereja disitu. Ada yang baru saya lihat untuk pengalaman ke gereja ini. Jemaat yang cukup minim saat itu, dan pengkotbah yang tidak biasanya yaitu seseorang dari jemaat yang mengambil peran sintua (bukan pendeta atau yang memiliki tahbisan pengkotbah). Saya berpikir, ini pengalaman baru lainnya.
Lalu saya ambil foto foto hebring sendiri. Setelah foto-foto, saya melancarkan aksi yaitu  melakukan legiatan memasak dengan bahan yang telah saya beli sebelumnya. Hahahah asik sekali memang, memulai masak lagi apalagi memasak untuk orang lain, saat itu saya memasak tempe goreng dan simple chapcai hahahaha..


Bahkan saya meminta mahasiswa lain yang berada di kota itu untuk hadir menikmati masakan saya. Yah, memang rasanya ada keraguan untuk memasak kembali mengingat sudah hampir jalan 20 bukan saya ga masak lagi, apalagi di awa komen salah satu mahasiswa terceletuk, bukan vegan (karena bahan bahan saya banyak sayur). Lalu bahkan dari dirinya sendiri berkata, “baru kali ini makan sayur enak kurasa” setelah mencicipi, well disitu saya sedikit merasa senang, yaaah yang penting pernah masak lagi. 


Siang berlalu ke sore, kita istirahat ngalor ngidul lagi, kemudian inilah pengalaman seru lainnya. Pada malam hari, kita diminta oleh mahasiswa yang punya rumah, untuk ikut melakukan aktifitas jaga air.loh kok air dijaga? Ya ternyata ini lah penjelasannya, sebagian masyarakat di pakam hidup dengan pertanian, dengan kondisii kekeringan, dan bendungan yang saling menjaga, cenderung ada kesan rebut-rebutan air. Sehingga waktu untuk menjaga padi tetap terairi bisa dilaksanakan mulai dari 10 malam sampai jam 6 pag- atau bahkan sampai jam 10 pagi keesokan harinya (sebuah perjuangan bukan).
Namun mari saya ceritakan, saya hanyalah berperan mengikuti, kami pergi ke 3 tempat yang berbeda mencari aliran air dari beberapa bendungan untuk mengalirkan air ke sawah milik orangtua mahasiswa dan beberapa warga lainnya. Bergerak dari jam 9an pergi malam malam menjalani sawah, mengikuti kawanan yang mencari sumber air, membuat saya berpikir kembali ternyata sebegininya perjuangan para petani saat ini, belum termasuk mahasiswa saya yang membantu orangtuanya.  Ada perasaan dimana saya merasa was was, karena air adalah sumber untuk penghidupan sawah maka tidak mungkin hanya kami yang mengusahakan pasti ada yang lain, sehingga terkesan rebut merebut air. Kami bahkan pergi melewati bangunanan jalan TOL dan melihat aliran air. Sampai pada masa berusaha membendung aliran air yang seharusnya mereka dapatkan, saya melihat memasuki  genangan air selutut, dengan kondisi sangat gelap (hany bermodal lampu senter dan lampu led) , memegang tanah, memasukkan gundukan rumput , hanya untuk mengairi sawah mereka. Sampai jam 12an menuju jam 1 akhirnya kegiatan jaga air selesai di bagian kami.  Namun di orangtua mahasiswa dan warga lainnya masih berlanjut untuk melihat kontinuitas air bisa mengairi sawah. 

Kami pulang dan istirahat, lalu keesokan harinya pada jam yang sama saya melihat kembali akktifitas dimana mahasiswa ini memasak untuk ibunya yang semalaman telah menjaga air untuk sawah mereka. Ya sampai kami berkunjung kembali ke sawah, kami baru melihat penambahan maksimal 1 cm air dari kebutuhan sawah mereka saat itu. Ternyata ini yang mereka usahakan. Usaha berat, memang namun inilah pengalaman yang saya pelajari untuk menghargai konsumsi nasi selama ini. Ya saya memang tidak dari keluarga petani, namun saya pernah dulu sering ke sawah menemani orangtua, mencangkul dan merawat padi dari serbuan burung burung. Namun pengalaman jaga air kali ini membuat saya semakin menghargai usaha para petani.
 

Sorenya saya berkunjung ke rumah salah satu mahasiswi, kemudian saya tersadar banget dengan kondisi kehidupan mereka, saya merasa bersalah dengan melihat kondisi rumahnya dengan kondisi yang harus dia jalani dan beban dari tempat ia belajar. Say bercerita banyak dengannya dan berharap dia bisa berusaha untuk mampu mengungkap semuanya. Sungguh saya sendiri merasa tersendir dengan tuntuan yang diberikan kepadanya. (namun tidak perlu detail yah disini). Dan menyempatkan untuk lihat sawah2 juga hehehe


Liburan ditutup dengan makna kehidupan yang saya bisa pelajari. INI liburan saya sebenarnya.