Sabtu, 26 Oktober 2013

ada yang bertanya, saya mencoba menjawab

ada yang bertanya, saya mencoba menjawab
Apa yang menjadi perbedaan pembelajaran mahasiswa di universitas negeri dan swasta?
Jawaban berikut hanya berdasarkan pengalaman yang dilalui oleh saya. Dan saya kuliah s1 di USU (negeri), dan saat ini saya punya kesempatan sementara untuk memberikan didikan pada mahasiswa di universitas swasta.

Sesaat saya di negeri, saya diharuskan, ya diharuskan (atas dasar filosofis seorang mahasiswa), lebih aktif untuk mencari dan dibebani serangkaian tugas. Sebagai contoh satu mata kuliah diawal kontrak perkuliahan dijejai dengan buku-buku untuk cari sendiri, dan saya terbantu dengan adanya teman-teman serta kakak kelas yang memiliki inisiatif untuk meng-copykan buku. Kemudian, tugas dari satu mata kuliah itu biasanya ada tugas sebelum mid dan setelah mid, baik individu dan kelompok untuk presentasi. Sehingga bisa dipastikan untuk satu mata kuliah ada 4 tugas, diluar kuis, dan kewajiban membaca materi sebelum masuk kelas (terutama pada dosen yang terkesan dengan istilah populer "killer"). Di negeri yang saya alami tidak ada namanya ujian perbaikan di akhir masa kuliah, tidak ada namanya semester pendek, serta tidak ada tugas untuk perbaikan nilai pada akhir ujian uas tiap semesternya. Saya dibiasakan untuk membaca materi berbahasa inggris, dan fungsi dosen (tenaga pendidik) umumnya hanya sebagai fasilitator saja tidak memberikan penuh semua materi (ya meskipun ada beberapa dosen yang mau memberikan materi a- z, terutama dosen faal). Itulah pengalaman saya dahulu. Saya tidak mengetahui dan tidak mengikuti perkembangan proses pembelajaran yang terjadi di tempat saya sekolah sarjana dahulu.

Nah saat ini saya diberikan kesempatan untuk sementara dalam memberikan materi ajar. Beberapa perilaku yang telah saya amati pada mahasiswa (katakanlah bukan negeri), adanya perilaku terkesan menjauhi materi bahasa inggris, datang ke kelas dengan modal kertas dan pena (tanpa buku, hanya bawa diri sndiri pun ada), perilaku guyon yang bersambut, perilaku hening saat ditanya, dan lainnya. Saya sempat berpikir (mungkin ini adalah pemikiran yang pernah didiskuskan oleh ahli2 pendidik ), apakah ini sebagian dampak dari adanya sebuah program semester pendek (program dimana mahasiswa dapat mengulang materi kuliah dengan memiliki basis nilai C/D/E, pada satu bulan penuh dari yang seharusnya 6bulan / 1 semester), program ujian perbaikan nilai (program perbaikan nilai maksimal sejumlah satuan kredit tertentu, pada akhir masa kuliah tingkat akhir), ?? saya juga sempat berpikir sesuatu yang terkesan negatif, apakah ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri benar-benar menyisakan orang-orang yang belum memenuhi standar PTN itu sendiri?? padahal sekarang banyak PTS yang lebih berprestasi daripada PTN.



Buatmu yang masih berstatus mahasiswa, di perguruan tinggi manapun dengan status apapun. Mari mencoba mencari cara kreatif tersendiri namun positif untuk memahami semua materi yang mungkin diterima saat belajar di kelas :)

Kamis, 10 Oktober 2013

REALITA LAINNYA

Hari ini 10 oktober 2013, saya melakukan kunjungan ke sebuah sekolah luar biasa di medan.
loh ngapain? ya saya merasakan ada banyak laci yang kosong serta usang yang ada di otak saya.
kenapa begitu? ya saya memang sudah menempuh sekolah ke dua di perguruan tinggi.
mayor saya adalah mendalami profesi Psikolog Industri dan Organisasi
minor saya adalah mendalami Area psikologi klinis.

Yes, I GOT THE CASE ON MY MAJOR. (pergi ke cengkareng, menjadi perintis magang mewakili Fakultas dan Universitas di salah satu anak perusahaan Garuda - Garuda Maintenance Facilities atau
dikenal GMF-Aeroasia)
BUT!!! I GOT NOTHING MORE THAN PAPER CASE and CLASS STAGE PRACTICAL on MY MINOR.

jadi intinya saya merasakan ada yang kosong. Saya banyak belajar cara assessmen dan terapi klinis.
Tapi saya belum punya kesempatan untuk menerapkannya. Apalah saya ini, masa cuma jadi tempat curhat saja? masa hanya beri solusi logic? where is the "REAL ACT"?

Sehingga, saya memutuskan untuk melihat langsung, little part of Clinical Psychologist's job on site.
Saya meminta pada kenalan yang menjadi pengajar di sebuah universitas paling bertradisi batak di medan.
Saya diikutkan, dan hari ini saya melihat realita lain  itu.

Saya terbiasa memuaskan rasa ingin tahu saya hanya dari melihat tayangan TV, baca artikel/jurnal dan lihat YOutube, dan
hari ini saya melihat, bersentuhan, berinteraksi verbal dan non verbal secara langsung pada individu dengan patologi (ganguan) down syndrome, patologi Autis, Tuna Grahita, dan mungkin banyak lagi yang secara konsep teoritis saya banyak lupa.

Rasanya adalah... (saat menulis kata selanjutnya dari kalimat ini, saya sangat lama mencari kata yang tepat)
mungkin ada rasa was-was
mungkin ada rasa kecewa
mungkin mau nangis
mungkin mau berontak
dan mungkin lainnya dari sebuah pengalaman baru
YAH.... mungkin ini adalah rasa luapan emosi saya, dan mungkin saja, saya merasa hanya maksimal 5 persen saja terobati.
Bagaimana mungkin SAYA dipanggil PSIKOLOG? jika memang tidak pernah mengalami sebahagian kecil realita ini?