Senin, 26 Desember 2016

Porsi Tuhan : saatnya saya Menertawakan dan menangisi diri sendiri




Ini kisahnya baper banget ya.. dari kemarin baper dan semacam mendapatkan peran teraniaya, seakan akan hidup ga mulus saja hahaha

Tulisan ini adalah kisah saya sesungguhnya saat mengalami 24 – 25 Desember 2016.
Pada malam 24 Desember saya mengikuti acara malam natal. Saya melihat beberapa orang yang coba saya hindari, dalam arti sebenarnya saya ga perlu hindari, karena saya ga ada melakukan apapun yang salah. Hanya ego saya yang tinggi untuk belum menerima permintaan maaf dari orang orang yang menurut saya, menurut orang lain pun patut meminta maaf pada saya.
Sampai pada suatu saat, acara malam natal dilanjutkan dengan perjamuan kudus (hal sacral kristiani yang dilakukan Yesus untuk murid-muridnya sebelum diserahkan untuk disalibkan). Sebelum perjamuan tersebut, saya merasa nyesak. Terdapat perkataan- perkataan yang mengingatkan kembali saya akan hal hal yang membuat apakah saya layak untuk menerima perjamuan kudus atau tidak. Apakah saya mampu untuk memaafkan mereka yang mungkin salah sama saya, ataupun apakah saya cukup berani meminta maaf pada orang lain yang mungkin hatinya terluka saya buat.
Ada masa saya membuat rasionalisasi, akan segera melakukan tindakan hal hal yang tampak “tidak ada masalah” setelah saya perjamuan kudus. Saya berniat hal ini dilakukan, NAMUN setelah memaksa kaki untuk maju ke depan altar gereja, dan memaksakan diri menerima perjamuan kudus, setelah saya kembali ke tempat saya, saya kembali tersadarkan bahwa, bukan dengan menampilkan perilaku “tidak ada masalah” maka masalah akan selesai. Saya terduduk dan sedikit termenung sebelum salah satu jemaat menyapa saya untuk berbincang-bincang. Maka saya putuskan untuk tidak melakukan apapun yang membuat saya akan menodai perjamuan kudus yang telah saya terima.

25 Desember 2016. Hari dimana saya kembali diingatkan, dihantam, dihujam, dan akhirnya pemikiran saya dirobek robek. Saya mendengarkan kotbah pendeta inang sirait. Dia sangat menjelaskan bagaimana manusia menjadi rusak oleh “keserakahannya sendiri” dan bagaimana TUHAN telah berulang kembali member pengampunan. Dalam kotbah tersebut, Tuhan yang saya yakini di perjanjian lama telah melakukan tindakan amarah besar untuk menghukum umat yang berbuat dosa dengan air bah (kalau saya diposisi TUHAN, mungkin memulai dari 0 penciptaan dan manusianya adalah tindakan tepat tapi ternyata masih diberikan kesempatan keluarga NUH).

Namun IA kembali membuat perjanjian untuk dirinya sendiri dengan membuat sebuah pengingat bahwa IA tidak akan menghukum manusia itu. SAYANGNYA MANUSIA kan sesukanya, jadi berbuat anarkis, agresif dan segala keserakahannya, Tuhan yang saya yakini malah mengorbankan diri melalui wujudnya sebagai MANUSIA, yang saya yakini disalibkan ( kalau dari sisi kemanusiaan saya, boro boro uda dimaafkan, masa gue yang salah malah mengorbankan diri untuk orang yang bersalah sama gue). TAPI INILAH YANG MENJADI HAL SAKIT BAGI SAYA.


Belum lagi ketika pendeta tersebut mengatakan “ mari ambil waktu sejenak 5 detik untuk memikirkan orang orang yang telah menyakiti hati kita, dan mengatakan aku telah memaafkan “ Saya punya rekaman ini dan sambil merekam, saya pura pura mengucek mata sendiri dengan tujuan agar tidak terkesan menangis. Saya mengangkat kepala saya sambil mengelus dada sejenak. Pengalaman akhir akhir ini yang dikecewakan secara beruntun pada anak anak didik saya, membuat saya sangat menyutujui perkataan pendeta. “ BAHWA NATAL ADALAH PENGAMPUNAN “, NATAL ADALAH CARA TUHAN MENGOBRAK ABRIK PEMIKIRAN MANUSIA. Saya kembali diingatkan bahwa Bukan pemikiran saya dengan kemanusiaan saya yang berlaku untuk manusia, Tapi ada porsi TUHAN sebagai penentu dan Pemilik Kehendak Absolut.
Sudahkah saya memaafkan? Saya rasa, saya yang manusia biasa ini perlu waktu untuk memaafkan dan saya berusaha akan memaafkan pada waktunya. Semoga saja. Ya Semoga saja dalam Waktu TUHANku.

Tidak ada komentar: