Jumat, 09 Desember 2016

EMPATI PADA TUHAN?



Beberapa waktu lalu semenjak saya membuka diri pada interaksi lingkungan sosial dengan kuat. Saya menemukan banyak sekali pelajaran. Saya akhirnya belajar untuk mengetahui bahwasanya orang lain pun pernah memikirkan saya, entahkah itu dalam 1 detik, 1 menit, atau berapapun, entah dalam bentuk bercerita fakta ataupun cerita gossip, terserah negatif ataupun positif.
Akhirnya saya memahami orang lain pun member waktunya untuk memikirkan saya.

Namun saya tidak berhenti disitu. Saya tipe orang yang belum merasakan afdol jika tidak berbuat sesuai porsi saya (meski kata orang saya terlalu baik.. padahal tidak ada lebih baik dari orang yang berkorban demi kita). Saya akhirnya mengalami naik turun dalam mengenal interaksi lingkungan sosial. Saya akhirnya memahami TUHAN.

3 Tahun lalu dimulai saya memutuskan untuk bekerja pada sebuah perguruan tinggi. Saya memiliki pengalaman dimana saya pernah sekali berbuat tanpa ingin imbalan, saya akhirnya membuat sesuatu yang sedikit berbeda pada perayaan natal di tempat saya bekerja. Saya sampai membeli tripod, meminjam kamera, mencari cara untuk melakukan editing video dansebagainya.  Videonya berhasil. Namun apakah hanya itu? Tidak. Terlalu banyak gossip, si kawan (menunjukkan ke saya) sok baik, sok berbuat, melakukan dengan tujuan tertentu, penjilat, dsbnya.  Saya Sempat merasa muak, tapi apa?
ð  Oh ini rupanya kalau perbuatan baik dipersepsi aneh aneh, saya aja manusia diginiin bagaimana kalau Tuhan berbuat baik, tapi dipersepsi oleh manusia yang ia ciptakan, bagaimana ya?

2 Tahun lalu dengan bermaksud untuk melakukan banyak hal dalam rangka menghargai diri sendiri (tempat saya), mengajak beberapa individu tuk merayakan hari jadi tempat ini (tempat saya bekerja). Banyak sekali lika liku, banyak sekali pertentangan, banyak yang berasa punya andil, tidak jarang memang tidak ada yang mendukung, lebih parahnya banyak bermulut manis di depan namun di belakang, yaaaah begitulah. Hasilnya memang terlaksana dan saya merasa bangga melalui beberapa individu tersebut mereka bisa merayakan dan menghargai diri mereka sendiri dalam perayaan ulang tahun. Setelah itu, apa yang terjadi? Tidak ada respon untuk menindaklanjuti lulusan tempat saya bekerja, malah terkesan “ya sudahlah”. Padahal pemikiran saya adalah ini adalah momen tepat untuk mengembangkan sayap tempat ini kearah lebih baik, namun saya siapalah yak an, tidak bisa berbuat apapun.
ð  Oh ini rupanya kalau perbuatan baik dipersepsi aneh aneh, saya aja manusia diginiin bagaimana kalau Tuhan berbuat baik, tapi dipersepsi oleh manusia yang ia ciptakan, bagaimana ya?
1 Tahun lalu, dimana saya berinteraksi dengan beberapa individu yang saya ajarin, saya menjadi pribadi yang mau mencurahkan semua ilmu yang saya punyai, karena saya tahu 2-3 jam kelas adalah waktu cukup singkat untuk transfer ilmu kuliah. Akhirnya sayapun dipersepsi terlalu dekat dan terkeasn memiliki ikatan emosi, ada aja individu yang sudah dibantu dalam banyak hal (karena permintaan dirinya pula tuk dibantu), namun memiliki janji janji yang tidak bisa ditepati (padahal janji tersebut adalah dari individunya, bukan dipaksakan). Akhirnya saya sempat berpikir ‘kecewa kali karena merasa simanfaatkan, ternyata individu2 tersebut mendekat karena sesuatu’, ‘habis manis sepah dibuang’. Kemudian yang terjadi adalah saya dipersepsi bahwa saya terlalu baper, terlalu ini itu, terlalu lain lainnya. Bahkan ada masa fakta bahwa saya sebenarnya dikatakan adalah pribadi A malah dikatakan sebagai pribadi B. Yang hebatnya lagi semua pun bertanya pada saya ada apa, namun saya tidak bisa menjawab apa apa, yang pada akhirnya berkembanglah rumor bahwasanya saya adalah pribadi yang memutuskan hubungan interaksi, meski saya tetap bersikeras bahwa pemutusan hubungan bukan ada pada saya.
ð  Oh ini rupanya kalau perbuatan baik dipersepsi aneh aneh, saya aja manusia diginiin bagaimana kalau Tuhan berbuat baik, tapi dipersepsi oleh manusia yang ia ciptakan, bagaimana ya?
Tahun ini, dimana tahun cukup berat sampai setiap bulan harus melapor ke rumah sakit ataupun klinik. Saya melihat kejadian 2 tahun sebelumnya bahwasaya saya terlalu dekat terlalu mengikat emosi. NAMUN yang ada adalah saya dipersepsi menjauh, dipersepsi melakukan provokasi, dieprsepsi bermuka dua, dan tidak berhenti pada beberapa orang yang punya persepsi tersebut, bahkan disebarkan sehingga sampai sampai saya pun menjadi beradu pada lulusan. Kebodohan yang terjadi lagi adalah jelas jelas hasil chat saya tidak menyudutkan, jelas jelas hanya mengkonfirmasi, jelas jelas hanya fakta dan meski akhirnya sekarang terbukti, jelas jelas meminta untuk saling mendukung, saya pun dipersepsi menjadi sosok pemecah belah. Sya berpikir ‘dimanakah rasionya’. BELUM LAGI, saya capek memperjuangkan beberapa orang untuk dipandang secara objektif, untuk mendapatkan perlakuan yang sama, NAMUN SAYA PUN DI KORBANKAN sampai saat tulisan ini dibuat. Beberapa individu yang diperjuangkan untuk diterima secara adil sajapun, telah berlaku tidak adil pada saya. Saya DILECEHKAN, TIDAK DIANGGAP MAMPU, BAHKAN ADA YANG SENGAJA MELAKUKAN SESUATU DEMI TUJUANNYA TERCAPAI, CAPEKNYA SAYA MEMPERJUANGKAN DIBALAS DENGAN RASA TIDAK HORMAT. Apakah saya kecewa? Ya SANGAT. Namun apakah yang terjadi kemudian? Saya masih di korbankan. Saya pun mendapatkan persepsi SANGAT SANGAT NEGATIF, PERLAKUAN YANG SANGAT NEGATIF. Saya berpikir kembali, apakah saya telah berbuat baik? Tampaknya sudah sih, namun mengapa seperti ini? Saya tidak pernah meminta balasan tu, bahkan ketika ada yang ingin datang pada saya, saya berusaha membuat nyaman.
                Saya juga mengalami perseturuan perseteruan yang ga jelas, yang membuat saya dipojok. INIKAH AKIBAT MEMPERJUANGKAN BANYAK ORANG? BAHKAN ORANG YANG AKAN DIPERJUANGKAN AKAN MENGORBANKAN SAYA? Lucu memang, tapi saya mengalaminya.
ð  Oh ini rupanya kalau perbuatan baik dipersepsi aneh aneh, saya aja manusia diginiin bagaimana kalau Tuhan berbuat baik, tapi dipersepsi oleh manusia yang ia ciptakan, bagaimana ya?

AKHIRNYA SAYA PUN MEMANG MELIHAT KEMBALI, HEI TERNYATA SAYA SISI MANUSIA SAJA DIGITUIN, BAGAIMANA DENGAN SOSOK YANG DALAM KEYAKINAN DAN AGAMA SAYA YANG BERBUAT LEBIH DARI SAYA PUN TETAP DIKORBANKAN.
Akhirnya saya hanya bisa memahami Tuhanku dengan cara ini. Berbuat baik seakan hanya akan bertanggungjawab pada Tuhan, Berbuat benar seakan semua adalah kehendakNYA.
Semoga saya mampu menjalani ini, TERSERAH PADA PIHAK LAIN UNTUK BERPERSEPSI, karena saya akan mengatakan, Terimakasih sudah memikirkan saya dalam bentuk apapun.

Tidak ada komentar: