Kamis, 01 Agustus 2013

Kompetensi dan Potensi itu berbeda?

Sedikit bercerita mengenai pengalaman saya saat diajari atau dilatih kata tepatnya
pada sebuah pelatihan assessment centre dan behavioral event interviewer
Saya diajari konsep utama sebagai dasar sebuah proses "audisi" di sebuah perusahaan. Salah satunya adalah
konsep kompetensi dan potensi. Konsep ini sebenarnya sudah sangat familiar, namun saya mendapat gambaran lebih baik
Bahwasanya Kompetensi merupakan semua kemampuan ataupun perilaku yang dibutuhkan saat melakukan suatu tugas tertentu, dan semuanya harus dapat diobservasi
sedangkan potensi adalah semua talenta, sifat, kepribadian yang memiliki kecenderungan, serta bisa jadi dibutuhkan saat melakukan tugas tertentu

Yang menjadi perbedaan utama ialah Kompetensi berbicara tentang "kemampuan" dan hanya bisa
digali dalam sebuah proses yang dinamakan dengan assessment centre.

Sedangkan potensi berbicara tentang "kecenderungan" tak terlihat dan bisa digali dari review
serta tes-tes psikologi

Secara defenisi, saya memandang bahwa assesment centre merupakan sebuah proses/metode yang terdiri
dari berbagai simulasi untuk menggali kompetensi. Biasanya prosesnya minimal tiga simulasi.
Pada setiap simulasi, satu assessee (sebutan individu yg akan diukur/assess) dipegang oleh seorang assessor
(org yg berhak melakukan pengukuran), dan di simulasi berikutnya assessee yang sama dipegang/diukur oleh
assessor kedua, berikutnya pada simulasi ke tiga assesse yang sama di ukur oleh assessor yang ketiga.
Begitu seterusnya bila terdapat lbh dari 3 simulasi maka assessornya juga disesuaikan
Hal ini dilakukan untuk menghindari subjektifitas, kemudian semua assessor punya data sebagai bukti
dalam hal ini baik berupa rekaman saat simulasi, tulisan, atau apapun, yang kemudian di"brainstorming"
dalam sebuah asmet (assessor meeting)

Sedangkan Potensi, dapat diukur dari tes psikologi. Tes psikologi dalam isu organisasi berbicara tentang bagaimana
individu merespon pada kondisi yang diperhadapkan dengan "seandainya" sehingga muncullah yang disebut
hasil maksimal untuk kondisi tersebut, Bukan sebuah kondisi yang pernah dialami. Dan dalam tanggung jawabnya
psikolog dapat memegang satu atau bahkan lebih dari satu individu yang akan diukur potensinya, mulai
dari awal tes sampai akhir tes, wawancara psikologis dsbnya.

Kedua hal tersebut sangat berbeda, bahkan sangat berbeda dari bentuk penyajian dan pelaporannya.
Sehingga bagi para insan yang melakukan pengukuran, selayaknya tetap berpendirian konsisten.
Yah, mungkin ini semata-mata  pengaruh yang saya alami juga. Saya diajari oleh orang indonesia pertama yang
mendirikan assessment centre di indonesia - lihat assessment centre telkom. Menurut saya, beliau memiliki
kredibilitas tinggi untuk mempertahankan konsep yang berbeda ini.

Tidak ada komentar: